Jakarta, Harianpantura.com – Komisi II DPR RI bakal meminta penjelasan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait kebijakan yang tidak memperbolehkan publik mengakses dokumen ijazah calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) tanpa persetujuan pemiliknya.
“Nanti kita tanyakan ke KPU. Karena sebetulnya data pejabat publik itu adalah data yang harus transparan. Jadi setiap calon-calon pejabat publik, baik itu DPR, menteri, presiden, saya pikir itu adalah sebuah data yang harus bisa dilihat oleh semua orang,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, dikutip dari Detik pada Selasa (16/9/2025).
Dede menilai dokumen ijazah seharusnya terbuka untuk publik, mengingat posisi yang diperebutkan adalah jabatan tertinggi di republik ini. Ia bahkan mencontohkan proses melamar pekerjaan yang mensyaratkan curriculum vitae (CV) lengkap dengan ijazah.
“Kalau yang lainnya boleh, rekening, terus kemudian ijazah, riwayat hidup saya pikir nggak masalah. Karena orang lamar kerjaan aja kan pakai CV apalagi ini mau melamar jadi pemimpin,” ujarnya.
Kebijakan KPU tersebut diatur dalam Keputusan KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Capres-Cawapres sebagai Informasi Publik yang Dikecualikan. Surat yang ditandatangani Ketua KPU, Affifuddin, pada 21 Agustus 2025 itu menyebutkan dokumen-dokumen tertentu dikecualikan dari akses publik selama lima tahun, kecuali dengan persetujuan tertulis atau terkait jabatan publik.
Ada 16 dokumen yang masuk kategori dikecualikan, termasuk fotokopi KTP, akta kelahiran, surat keterangan catatan kepolisian, laporan harta kekayaan, riwayat hidup, hingga ijazah yang dilegalisasi oleh lembaga pendidikan. (Red)